Translate

Selasa, 10 Juli 2012

Bersikap Ramah, Kunci Berteman dengan “International Student”


KOMPAS.com – Di awal belajar di luar negeri umumnya mahasiswa memiliki kendala budaya, baik dalam hal berpakaian, lingkungan, maupan bahasa. Perbedaan inilah yang kerap membuat pelajar di luar negeri sulit bergaul dan beradaptasi dengan masyarakat sekitar.
Vanessa Arninda Sihite, mahasiswa jurusan S-1 bidang studi Internasional Management di Asia Pasific Management, Ritsumeikan Asia Pasific University (APU), Beppu, Jepang, menuturkan pengalamannya membangun pergaulan dengan teman-teman baru, khususnya mahasiswa asing (internasional).
Bersikap ramah
Vanessa mengisahkan, biasanya mahasiswa internasional di APU pada tahun pertama akan tinggal di asrama yang bernama Asia Pasific (AP) House. Di AP House, mahasiswa akan tinggal bersama pelajar lain dari berbagai macam negara dengan kebiasaan mereka yang berbeda-beda.
“Kita harus bisa menciptakan keramahan dari diri kita sendiri. Bersikap ramah kepada semua orang dengan langkah awal tersenyum atau menyapa setiap kali bertemu orang lain,” ujar Vanessa.
Jangan andalkan persepsi
Jika sebelumnya kita beranggapan, bahwa kebiasaan terlambat merupakan cerminan orang-orang Indonesia, justeru menurut Vanessa tidak. Ia menganjurkan, agar kita jangan pernah berpedoman pada persepsi pribadi tentang orang dari negara yang berbeda-beda.
Di Jepang, kata Vanessa, tidak semua orang dapat on time dalam menepati janji. Bahkan, kadang mereka tidak merasa bersalah ketika terlambat datang ke suatu acara. Ia merasa, hal-hal yang ditemuinya di Jepang tidak seperti bayangan dan persepsinya mengenai budaya dan kebiasaan bangsa Jepang dan bangsa lain.
Perbedaan bukan jurang
Mahasiswa/mahasiswi yang belajar di Ritsumeikan Asia Pasific University berasal dari bermacam-macam negara. Mereka juga lahir dari latar belakang berbeda-beda. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari cara berpakaian, kehidupan sehari-hari, maupun makanan.
Vanessa mengisahkan, musim dingin 2011 merupakan musim dingin pertama kali yang dialami dirinya. Ia mengira akan melihat masyarakat Jepang menggunakan baju tebal dan rapat untuk menghangatkan.
Ternyata perkiraan Vanes salah, gadis remaja di Jepang lebih memilih merasakan udara yang dingin, tetapi fashionable dibanding menghangatkan badannya dengan baju yang tebal dan bertumpuk. Tetapi, itu bukan berarti harus diikuti. Karena harus dicamkan, bahwa perbedaan bukan merupakan jurang yang dalam untuk menciptakan pergaulan.
Sumber: Kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar