Oleh Shahibul Ahyan
A. Sejarah PMRI
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
merupakan adaptasi dari Realistic Mathematics Education (RME),
teori pembelajaran yang dikembangkan di Belanda sejak tahun 1970-an oleh Hans
Freudenthal. Sejarahnya PMRI dimulai dari usaha mereformasi pendidikan
matematika yang dilakukan oleh Tim PMRI (dimotori oleh Prof. RK Sembiring dkk)
sudah dilaksanakan secara resmi mulai tahun 1998, pada saat tim memutuskan
untuk mengirim sejumlah dosen pendidikan matematika dari beberapa LPTK di Indonesia
untuk mengambil program S3 dalam bidang pendidikan matematika di Belanda.
Selanjutnya ujicoba awal PMRI sudah dimulai sejak
akhir 2001 di delapan sekolah dasar dan empat madrasah ibtidaiyah. Kemudian,
PMRI mulai diterapkan secara serentak mulai kelas satu di Surabaya, Bandung dan
Yogyakarta. Setelah berjalan delapan tahun, pada tahun 2009 terdapat 18 LPTK
yang terlibat, yaitu 4 LPTK pertama ditambah UNJ (Jakarta), FKIP Unlam
Banjarmasin, FKIP Unsri Palembang, FKIP Unsyiah (Banda Aceh), UNP (Padang),
Unimed (Medan), UM (Malang), dan UNNES (Semarang), UM (Universitas Negeri
Malang), dan Undiksa Singaraja, Bali, UNM Makassar, UIN Jakarta,Patimura Ambon,
Unri Pekan Baru, dan Unima Manado. Selain itu juga ada Unismuh, Uiversitas
Muhamadiyah Purwokerto dan STKIP PGRI Jombang. Jumlah sekolah yang terlibat,
dalam hal ini disebut sekolah mitra LPTK tidak kurang dari 1000 sekolah.
Sejarah PMRI bisa dibaca pada buku 10 tahun PMRI di
Indonesia ( A decade of PMRI in Indonesia, diterbitkan di Belanda) yang
sudah beredar diseluruh dunia.
B. Pendekatan PMRI
PMRI atau RME adalah teori pembelajaran yang bertitik
tolak dari hal-hal yang riil atau pernah dialami
siswa, menekankan keterampilan proses berdiskusi dan berkolaborasi,
berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri (student
inventing) sebagai kebalikan dari (teacher
telling) dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan
masalah baik secara individu maupun kelompok dalam kehidupan mereka
sehari-hari.
Pada pendekatan PMRI, guru berperan tidak lebih dari
seorang fasilitator atau pembimbing,
moderator dan evaluator. Sutarto Hadi (2005) menyebutkan bahwa diantara peran
guru dalam PMRI adalah sebagai berikut :
1.
Guru hanya sebagai fasilitator belajar;
2.
Guru harus mampu membangun pengajaran yang interaktif;
3.
Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara
aktif menyumbang pada proses belajar dirinya, dan secara aktif membantu siswa dalam
menafsirkan persoalan riil; dan
4.
Guru tidak terpancang pada materi yang termaktub dalam
kurikulum, melainkan aktif mengaitkan kurikulum dengan dunia riil, baik fisik
maupun sosial.
Dengan penerapan PMRI di Indonesia diharapkan prestasi
akademik siswa meningkat, baik dalam mata pelajaran matematika maupun mata
pelajaran lainnya. Sejalan dengan paradigma baru pendidikan sebagaimana yang dikemukakan
Zamroni (dalam Sutarto Hadi, 2005), pada aspek prilaku diharapkan siswa
mempunyai ciri-ciri :
1.
Di kelas mereka aktif dalam diskusi, mengajukan pertanyaan
dan gagasan, serta aktif dalam mencari bahan-bahan pelajaran yang mendukung apa
yang tengah dipelajari;
2.
Mampu bekerja sama dengan membuat kelompok-kelompok belajar;
3.
Bersifat demokratis, yakni berani menyampaikan gagasan, mempertahankan
gagasan dan sekaligus berani pula menererima gagasan orang lain;
4.
Memiliki kepercayaan diri yang tinggi.
RME banyak diwarnai oleh pendapat Profesor Hans
Freudenthal (1905 – 1990), seorang penulis, pendidik, dan matematikawan
berkebangsaan Jerman/Belanda. Freudenthal berkeyakinan bahwa siswa tidak boleh
dipandang sebagai penerima pasif matematika yang sudah jadi (passive receiver of readymade mathematics).
Dua pandangan penting beliau adalah matematika harus dihubungkan dengan realitas dan matematika sebagai aktivitas
manusia (mathematics as human activities), (Freudenthal, 1991). Pertama,
matematika harus dekat terhadap siswa dan harus dikaitkan dengan situasi
kehidupan mereka sehari-hari. Kedua, matematika sebagai aktivitas manusia
sehingga siswa harus diberi kesempatan untuk belajar melakukan aktivitas
matematisasi pada semua topik dalam matematika.
C. Prinsip PMRI
Prinsip-prinsip PMRI adalah sebagai berikut :
1. Guided reinvention and didactical
phenomenology
Karena matematika dalam belajar RME adalah sebagai
aktivitas manusia maka guided reinvention
dapat diartikan bahwa siswa hendaknya dalam belajar matematika harus diberikan
kesempatan untuk mengalami sendiri proses yang sama saat matematika ditemukan.
Prinsip ini dapat diinspirasikan dengan menggunakan prosedur secara informal.
Upaya ini akan tercapai jika pengajaran yang dilakukan menggunakan situasi yang
berupa fenomena-fenomena yang mengandung konsep matematika dan nyata terhadap
kehidupan siswa.
2. Progressive mathematization
Situasi yang berisikan fenomena yang dijadikan bahan
dan area aplikasi dalam pengajaran matematika haruslah berangkat dari keadaan
yang nyata terhadap siswa sebelum mencapai tingkat matematika secara formal.
Dalam hal ini dua macam matematisasi haruslah dijadikan dasar untuk berangkat dari
tingkat belajar matematika secara real ke tingkat belajar matematika secara
formal.
3. Self-developed models
Peran self-developed models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi
real ke situasi konkrit atau dari informal matematika ke formal matematika. Artinya
siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah. Pertama adalah model
suatu situasi yang dekat dengan alam siswa. Dengan generalisasi dan formalisasi
model tersebut akan menjadi berubah menjadi model-of
masalah tersebut. Model-of akan
bergeser menjadi model-for masalah
yang sejenis. Pada akhirnya akan menjadi model dalam formal matematika.
D. Karakteristik PMRI
PMRI mempunyai lima karakteristik yaitu :
1.
Menggunakan masalah kontekstual
Masalah kontekstual sebagai aplikasi dan sebagai titik
tolak dari mana matematika yang diinginkan dapat muncul.
2.
Menggunakan model atau jembatan dengan instrumen vertikal
Perhatian diarahkan pada pengembangan model, skema dan
simbolisasi dari pada hanya mentransfer rumus atau matematika formal secara langsung.
3.
Menggunakan kontribusi siswa
Kontribusi yang besar pada proses belajar mengajar
diharapkan dari konstruksi siswa sendiri yang mengarahkan mereka dari metode
unformal mereka ke arah yang lebih formal atau standar.
4.
Interaktivitas
Negosiasi secara eksplisit, intervensi, kooperasi dan
evaluasi sesama siswa dan guru adalah faktor penting dalam proses belajar
secara konstruktif dimana strategi informal siswa digunakan sebagai jantung
untuk mencapai yang formal.
5.
Terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya
Pendekatan holistik, menunjukkan bahwa unit-unit
belajar tidak akan dapat dicapai secara terpisah tetapi keterkaitan dan
keterintegrasian harus dieksploitasi dalam pemecahan masalah.
E. Model pembelajaran PMRI
Untuk mendesain suatu model pembelajaran berdasarkan
teori PMRI, model tersebut harus mempresentasikan karakteristik PMRI baik pada
tujuan, materi, metode, dan evaluasi (Zulkardi, 2002; 2004).
1.
Tujuan
Dalam
mendesain, tujuan haruslah melingkupi tiga level tujuan dalam RME : lover level, middle level, and high level.
Jika pada level awal lebih difokuskan pada ranah kognitif maka dua tujuan
terakhir menekankan pada ranah afektif dan psikomotorik seperti kemampuan
berargumentasi, berkomunikasi, justifikasi, dan pembentukan sikap kristis
siswa.
2.
Materi
Desain
guru open material atau materi terbuka yang didiskusikan dalam realitas,
berangkat dari konteks yang berarti; yang membutuhkan; keterkaitan garis
pelajaran terhadap unit atau topik lain yang real secara original seperti
pecahan dan persentase; dan alat dalam bentuk model atau gambar, diagram dan
situasi atau simbol yang dihasilkan pada saat proses pembelajaran. Setiap
konteks biasanya terdiri dari rangkaian soal-soal yang menggiring siswa ke
penemuan konsep matematika suatu topik.
3.
Aktivitas
Atur
aktivitas siswa sehingga mereka dapat berinteraksi sesamanya, diskusi,
negosiasi, dan kolaborasi. Pada situasi ini mereka mempunyai kesempatan untuk
bekerja, berfikir dan berkomunikasi tentang matematika. Peranan guru hanya
sebatas fasilitator atau pembimbing, moderator dan evaluator.
4.
Evaluasi
Materi
evaluasi biasanya dibuat dalam bentuk open-ended question yang memancing siswa
untuk menjawab secara bebas dan menggunakan beragam strategi atau beragam
jawaban atau free productions. Evaluasi harus mencakup formatif atau saat
pembelajaran berlangsung dan sumatif, akhir unit atau topik.
Pembelajaran matematika menggunakan PMRI di Indonesia
mulai diujicobakan pada tahun 2001 di 12 SD termasuk 4 Madrasah Ibtidaiyah Negeri
(MIN) atas permintaan Departemen Agama, bekerjasama dengan 4 LPTK: Universitas
Pendidikan Indonesia I(UPI) Bandung, Universitas Sanata Darma (USD) Yogyakarta,
Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dan Universitas Negeri Surabaya (UNESA).
Beberapa penelitian tentang PMRI telah dilaksanakan di
Indonesia, diantaranya adalah penelitian yang dilakukan Fauzan (2002) tentang implementasi
materi pembelajaran realistik untuk topik luas dan keliling di kelas 4 sekolah
dasar (SD) di Surabaya menunjukkan bahwa para guru dan siswa menyukai materi
pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI, proses belajar mengajar menjadi
lebih baik, dimana siswa lebih aktif dan kreatif, guru tidak lagi menggunakan
metode ‘chalk and talk’, dan peran guru berubah dari pusat proses belajar
mengajar menjadi pembimbing dan narasumber.
Disamping itu, Penelitian Armanto (2002) tentang
pengembangan alur pembelajaran lokal topik perkalian dan pembagian dengan
pendekatan realistis di SD di dua kota yaitu Yogyakarta dan Medan menunjukkan
bahwa siswa dapat membangun pemahaman tentang perkalian dan pembagian dengan menggunakan
strategi penjumlahan dan pembagian berulang, siswa belajar perkalian dan
pembagian secara aktif, dan mendapatkan hasil (menyelesaikan soal) baik secara
individu maupun kelompok.
Temuan yang sama juga dilaporkan dalam penelitian di
Bandung, yaitu siswa-siswa SLTP di sekolah percobaan menunjukkan perubahan
sikap yang positif terhadap matematika, hal itu dipandang sebagai permulaan
yang baik dalam pengembangan pendidikan matematika di Indonesia (Zulkardi,
2002). Dari beberapa hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa PMRI merupakan
suatu pendekatan pembelajaran yang sangat membantu untuk pengembangan pemahaman
konsep matematika siswa, siswa mampu menemukan sendiri konsep matematika, siswa
menjadi lebih aktif dan mampu berinteraksi dengan teman-temannya maupun dengan
gurunya, dan guru tidak lagi menjadi pusat belajar mengajar melainkan guru
sebagai fasilitator, motivator, moderator dan evaluator. Pembelajaran PMRI
diharapkan bisa dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia mengingat dengan
pendekatan ini proses pembelajaran semakin bermakna, konteks pembelajarannya
tergantung dari sumber daya daerah masing-masing dan siswa tidak lagi terbebani
dalam belajar
matematika.
F. Standar Guru PMRI
Ada lima standar guru PMRI yaitu:
1.
Guru memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai
tentang PMRI dan dapat menerapkannya dalam pembelajaran matematika untuk menciptakan
lingkungan belajar yang kondusif.
2.
Guru mendampingi siswa dalam berpikir, berdiskusi, dan
bernegosiasi untuk mendorong inisiatif dan kreativitas siswa.
3.
Guru mendampingu dan mendorong siswa agar berani
mengungkapkan gagasan dan menemukan strategi pemecahan masalah menurut mereka sendiri.
4.
Guru mengelola kerjasama dan diskusi siswa dalam kelompok
atau kelas sehingga siswa dapat saling belajar.
5.
Guru bersama siswa menyimpulkan konsep matematika melalui
proses refleksi dan konfirmasi.
G. Standar Pembelajaran PMRI
Standar pembelajaran PMRI ada lima, yaitu:
1.
Pembelajaran materi baru diawali dengan masalah realistik
sehingga siswa dapat mulai berpikir dan bekerja.
2.
Pembelajaran memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengeksplorasi masalah yang diberikan guru dan bertukar pendapat sehingga siswa
dapat saling belajar dan meningkatkan pemahaman konsep.
3.
Pembelajaran mengaitkan berbagai konsep matematika untuk
membuat pembelajaran lebih efisien.
4.
Pembelajaran mengaitkan berbagai konsep matematika untuk
memberi kesempatan bagi siswa belajar matematika secara utuh, yaitu menyadari bahwa
konsep-konsep dalam matematika saling berkaitan.
5.
Pembelajaran materi diakhiri dengan proses konfirmasi untuk menyimpulkan
konsep matematika yang telah dipelajari dan dilanjutkan dengan latihan untuk
memperkuat pemahaman.
H. Standar Bahan Ajar PMRI
Standar bahan ajar PMRI diantaranya adalah:
1.
Bahan ajar menggunakan permasalahan realistik untuk
memotivasi siswa dan membantu siswa dalam memahami konsep matematika.
2.
Bahan ajar mengaitkan berbagai konsep matematika untuk
memberi kesempatan bagi siswa belajar matematika secara utuh, yaitu menyadari bahwa
konsep-konsep dalam matematika saling berkaitan.
3.
Bahan ajar memuat materi pengayaan dan remidi untuk
mengakomodasi perbedaan cara berpikir siswa.
4.
Bahan ajar memuat petunjuk tentang kegiatan yang memotivasi
siswa menjadi lebih kreatif dan inovatif dalam mengembangkan strategi.
5.
Bahan ajar memuat petunjuk tentang aktivitas yang
mengembangkan interaksi dan kerjasama antar siswa.
I. Standar Lokakarya PMRI
Standar lokakarya PMRI yaitu:
1.
Kegiatan lokakarya berorientasi pada proses dan produk yang
memudahkan mereka memahami konsep PMRI dan dapat digunakan di sekolah.
2.
Lokakarya memfasilitasi peserta dalam mengalami sendiri
aktivitas terkait karakteristik PMRI untuk membangun pengetahuan dan
keterampilan mereka.
3.
Materi lokakarya disesuaikan dengan tuntutan kurikulum,
praktik yang berlangsung di sekolah dan situasi ideal untuk meningkatkan
adaptabilitas PMRI di sekolah.
4.
Selama lokakarya peserta melakukan refleksi tentang kaitan
antara aktivitas yang dikerjakan dan konsep matematikanya.
5.
Lokakarya memberdayakan dan menumbuhkan kepercayaan diri
peserta tentang PMRI sehingga dapat menerapkannya secara konsisten di sekolah.
Referensi:
Hadi,
S. (2005). Pendidikan Matematika Realistik. Banjarmasin: Tulip.
Sembiring,
RK.. (2010). Pendidikan Matematika Realistik Indonesia; Perkembangan dan
Tantangannya. Palembang: Jurnal IndoMS Volume 1 No. 1 Juli 2010.
Sembiring,
RK., Hoogland, K., and Dolk, M. (2010). A Decade of PMRI in
Indonesia.
The Netherlands: APS International.
Zulkardi.
(2002). Developing a Learning Envorinment on Realistic Mathematics Education
for Indonesian Students Teachers. Thesis. University of Twente. Enschede:
Printpartners Ipskamp.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar